Sejarah dan Latar Belakang Pendirian
LBH Pengadaan publik indonesia resmi berdiri dengan dasar hukum dan legalitas yang sesuai dengan aturan Perundang-Undangan di Indonesia

Dalam sistem pemerintahan modern, pengadaan barang dan jasa pemerintah memegang peran vital dalam menjalankan roda pembangunan, pelayanan publik, serta pengelolaan keuangan negara secara efektif dan efisien. Namun dalam praktiknya, pengadaan kerap menjadi sektor yang rawan terjadi penyimpangan hukum, multitafsir regulasi, hingga tekanan kepentingan tertentu. Tidak sedikit pejabat pengadaan, penyedia, dan bahkan masyarakat sipil terjerat permasalahan hukum akibat kurangnya pemahaman yang menyeluruh terhadap aturan main yang berlaku.
Fenomena ini menjadi semakin kompleks seiring dengan berkembangnya sistem elektronik pengadaan, perubahan regulasi yang dinamis, dan meningkatnya tuntutan transparansi dari publik. Di satu sisi, sistem pengadaan semakin terbuka dan berbasis digital, namun di sisi lain, banyak aktor pengadaan—baik dari unsur pemerintah maupun swasta—masih kesulitan dalam menerjemahkan aspek hukum dalam setiap tahapan pengadaan. Hal ini tidak jarang menimbulkan ketakutan berlebihan dalam mengambil keputusan, yang akhirnya menghambat proses pembangunan itu sendiri.
Berdasarkan kondisi tersebut, sejumlah praktisi hukum, ahli pengadaan, auditor, dan akademisi melihat adanya kebutuhan mendesak akan suatu wadah profesional yang fokus pada bantuan hukum dan edukasi khusus di bidang pengadaan. Inisiatif ini berangkat dari keprihatinan bersama bahwa banyak persoalan hukum pengadaan sebenarnya bisa dicegah sejak awal, jika terdapat pendampingan dan pemahaman yang memadai. Dari titik inilah gagasan pendirian Lembaga Bantuan Hukum Pengadaan atau disingkat LBHP mulai dirumuskan.
Cikal Bakal dan Inisiasi Pendirian
Gagasan awal LBH Pengadaan Publik Indonesia muncul dari forum-forum diskusi kecil antara praktisi pengadaan dan pakar hukum yang sering terlibat dalam penyelesaian sengketa atau permasalahan kontrak pengadaan. Dalam forum tersebut, mereka mengidentifikasi beberapa masalah pokok yang berulang, seperti:

Banyaknya pejabat pengadaan yang takut bertindak karena khawatir dikriminalisasi.
Akibat tekanan audit, pengawasan, dan sorotan publik, banyak pengambil keputusan justru memilih untuk pasif atau tidak mengambil keputusan penting.
Rendahnya literasi hukum di kalangan penyedia jasa/barang.
Penyedia kerap hanya mengikuti prosedur administratif tanpa memahami konsekuensi hukum dari setiap dokumen yang mereka tandatangani.
Minimnya edukasi hukum pengadaan di tingkat daerah.
Sebagian besar pelatihan hanya bersifat teknis administrasi, sementara aspek hukum dan etika belum tergarap maksimal.
Kurangnya akses terhadap pendampingan hukum yang spesifik di bidang pengadaan.
Banyak lembaga hukum bersifat umum dan tidak memiliki pemahaman mendalam tentang detail teknis pengadaan barang/jasa pemerintah.
Melihat kompleksitas tersebut, para inisiator LBH Pengadaan Publik Indonesia menyepakati perlunya lembaga yang bisa memberikan perlindungan hukum, edukasi berkelanjutan, dan ruang konsultasi profesional yang berfokus pada pengadaan barang/jasa. Setelah melalui proses diskusi, perumusan visi-misi, dan penyusunan struktur kelembagaan, maka secara resmi LBHP dideklarasikan pendiriannya pada tahun 2025.
Tujuan dan Nilai yang Dipegang LBH Pengadaan Publik Indonesia
Sejak awal berdiri, LBH Pengadaan membawa semangat untuk :
- Meningkatkan kesadaran hukum di kalangan pelaku pengadaan baik di instansi pemerintah maupun sektor swasta.
- Memberikan bantuan hukum yang adil, netral, dan profesional terhadap siapa pun yang menghadapi persoalan dalam proses pengadaan.
- Mendorong penguatan etika dan kepatuhan dalam pengambilan keputusan pengadaan.
- Mendampingi reformasi sistem pengadaan nasional melalui kajian dan advokasi kebijakan publik.
LBH Pengadaan juga berkomitmen untuk menjalankan misinya berdasarkan nilai-nilai utama, yaitu:
- Integritas: Menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran dalam setiap langkah hukum.
- Profesionalisme: Memberikan layanan yang berbasis ilmu, pengalaman, dan standar etik tinggi.
- Kolaboratif: Bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan demi perbaikan sistem pengadaan.
- Progresif: Terus berinovasi dalam metode pendampingan, pelatihan, dan advokasi.
Lembaga Bantuan Hukum Pengadaan tidak hadir untuk menciptakan rasa takut atau menjadi alat tekanan hukum, melainkan sebagai ruang aman bagi para pelaku pengadaan untuk memahami hak dan kewajiban mereka secara utuh. Harapannya, setiap pengambil keputusan di bidang pengadaan bisa bertindak dengan keyakinan, kejelasan hukum, dan keberanian moral.
Kami menyadari bahwa tantangan ke depan semakin besar. Regulasi akan terus berkembang, sistem digital akan semakin kompleks, dan tuntutan publik akan transparansi akan semakin tinggi. Namun kami percaya, dengan fondasi yang kuat dan dukungan semua pihak, LBHP dapat terus tumbuh sebagai lembaga yang berdampak nyata dalam mendorong pengadaan yang bersih dan berkeadilan.
Semoga kehadiran LBHP bisa menjadi bagian dari solusi bangsa dalam menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien, dan terpercaya—dimulai dari proses pengadaan yang kuat secara hukum dan etika.
