Pencerahan Hukum Hari Ini
Rabu, 20 Agustus 2025
PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH BADAN ATAU PEJABAT TATA USAHA NEGARA BUKANLAH KEWENANGAN PENGADILAN UMUM MELAINKAN PENGADILAN TUN
PT. Harum Jaya (Penggugat) mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke PN Banda Aceh terhadap Pokja Pemilihan (Tergugat I) pada tender Lanjutan Pembangunan Gedung Kantor Sumber Dana APBD Aceh Tahun 2020 karena telah menggugurkan penawaran Penggugat.
Bentuk PMH yang dilakukan dinyatakan Penggugat dengan cara penyalahgunaan wewenang serta penyimpangan prosedur terhadap dasar ketetapan keputusan, di mana Tergugat bersikeras menggunakan dalil peraturan di luar ketentuan yang berlaku guna memenangkan PT. Putra Ananda. Hal tersebut diragukan oleh Penggugat sebab PT. Putra Ananda merupakan penawar tertinggi serta laporan keuangannya tidak diaudit berdasarkan Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP).
Penggugat telah melakukan upaya sanggah terhadap Berita Acara Hasil Pemilihan (BAHP) kepada Tergugat I dengan jawaban menolak sanggah. Begitu juga dengan upaya sanggah banding beserta jaminan yang ditujukan kepada KPA yang merangkap sebagai PPK Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Aceh (Tergugat II) dengan jawaban menolak sanggah banding, di mana hal ini dinyatakan Penggugat telah merugikannya.
Majelis Hakim PN Banda Aceh yang memeriksa perkara melakukan Putusan Sela terkait Kewenangan Absolut dan menyatakan tidak berwenang dalam mengadili perkara dengan pertimbangan bahwa Tergugat merupakan suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan BAHP dalam perkara ini sebagai produk kerjanya.
Pada tingkat banding di PT Banda Aceh, Majelis menimbang dengan merujuk pada Pasal 1 angka 12 dan Pasal 13 Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan menyimpulkan bahwa Pokja Pemilihan bukanlah suatu badan atau pejabat, melainkan sekelompok orang minimal berjumlah tiga atau lebih sepanjang gasal sebagai “panitia” yang ditunjuk oleh Pimpinan UKPBJ untuk melakukan pemilihan penyedia.
Majelis juga menimbang bahwa penetapan pemenang oleh Pokja Pemilihan tidaklah bersifat final untuk menjadi sebuah keputusan TUN sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 9 UU Peradilan TUN, karena yang bersifat final adalah Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) oleh PPK. Dengan dasar ini, Majelis membatalkan Putusan Sela PN Banda Aceh tersebut dan memerintahkan PN Banda Aceh untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap pokok perkara.
Pada tingkat kasasi, Majelis Hakim Agung menimbang bahwa Judex Facti PT Banda Aceh yang membatalkan Putusan Sela PN Banda Aceh telah salah dalam penerapan hukum karena dalil gugatan Penggugat pada pokoknya adalah PMH yang dilakukan oleh Para Tergugat yang semuanya merupakan pejabat pemerintahan.
Hal ini berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan MA No. 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) yang menjadi kewenangan Pengadilan TUN dan bukan Peradilan Umum. Dengan demikian, dalam putusannya Majelis Hakim Agung membatalkan Putusan PT Banda Aceh dan menyatakan PN Banda Aceh tidak berwenang mengadili perkara.
→ Putusan Mahkamah Agung Nomor 2703 K/Pdt/2022, Tanggal 29 Agustus 2022
Sumber: putusan3.mahkamahagung.go.id
Salam Pengadaan,
LBH Pengadaan Publik Indonesia
Fredrik J. Pinakunary & Nila Aulia K