KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG

PERBUATAN DIREKTUR CV PENYEDIA BARANG DAN JASA YANG BERSEKONGKOL DENGAN PEJABAT DAN MENERIMA KEUNTUNGAN DARI PENGADAAN BARANG MASUK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

Elly (Terdakwa) selaku Direktur CV. Bumi Rabbani telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Saksi Jamak Ali, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana pada Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik dalam pengadaan Teknologi Informasi dan Komputer (TIK) di sekolah-sekolah dasar di Kabupaten Gresik. Sebelumnya, CV. Bumi Rabbani ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik, berdasarkan arahan dari Jamak Ali. Namun, karena pengadaan TIK akan dilakukan ke banyak sekolah, maka Jamak Ali merekomendasikan agar pengadaan tersebut dibagi ke beberapa entitas lain agar berjalan secara kondusif. Elly pun menggandeng tiga rekanan lain, walaupun pada akhirnya yang mengerjakan seluruh proyek tersebut adalah perusahaannya sendiri.

Ternyata, dalam pelaksanaannya, terdapat barang-barang yang tidak sesuai, karena 128 unit notebook/laptop yang disediakan menggunakan software yang tidak asli dan tidak sesuai dengan spesifikasi barang-barang TIK yang sudah ditetapkan dalam Petunjuk Teknis dari Dirjen Pendidikan Dasar pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Negara mengalami kerugian sebesar Rp478,8 juta karena atas proyek tersebut, Elly sudah menerima pembayaran senilai Rp1,68 miliar, padahal berdasarkan perhitungan dari BPKP, harga riil dari barang-barang yang diadakan hanya Rp1,21 miliar. Elly juga memberikan uang senilai Rp120 juta dan satu unit laptop kepada Jamak Ali sebagai keuntungan.

Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya memutuskan Elly terbukti melakukan tindak pidana “Korupsi secara bersama-sama” (Pasal 3 jo. Pasal 18 Ayat (1), (2), (3) UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP). Ia dijatuhi pidana penjara selama 2,5 tahun dan denda Rp100 juta serta pembayaran uang pengganti sebesar Rp96.124.400. Putusan ini dikuatkan oleh PT Surabaya.

Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung memutuskan bahwa judex facti telah salah dan keliru, karena berdasarkan rangkaian fakta hukum yang ada dan pengakuan Elly sendiri, perbuatan Elly seharusnya memenuhi unsur Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, yakni “perbuatan melawan hukum”, “memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi” dan “merugikan keuangan negara”. Mahkamah Agung membatalkan putusan PT Surabaya dan menjatuhkan Elly dengan pidana yang lebih berat, yakni penjara selama 4 tahun, denda sebesar Rp200 juta, dan pembayaran uang pengganti sebesar Rp478.824.400 yang dikompensasikan dengan uang yang telah dikembalikan sebesar Rp382.700.000.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 390 K/PID.SUS/2019, tanggal 2 April 2019.

Sumber:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/21870cc30bf999fa7c0a39c7f3201fab.html


Salam Pengadaan,
Ketua LBH Pengadaan Publik Indonesia,
Fredrik J. Pinakunary

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *