DIPIDANA PERSEKONGKOLAN DALAM PBJ YANG MENYEBABKAN KERUGIAN NEGARA

Pencerahan Hukum Hari Ini
Selasa, 26 Agustus 2025

DIPIDANA: PERBUATAN PERSEKONGKOLAN DALAM PROSES PENGADAAN BARANG/JASA YANG MENYEBABKAN KERUGIAN NEGARA AKIBAT BARANG TIDAK SAMPAI SEBAGAIMANA YANG DIBUTUHKAN PADAHAL UANG NEGARA SUDAH DITERIMA

Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor PN Surabaya mendakwa Adri Siwu, selaku Marketing Representative A&C Trading Network (ACTN) Pte. Ltd Singapura untuk wilayah Indonesia, telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan Pengadaan Floating Dock (FD) Kapasitas 8500 TLC Eks. Rusia pembuatan tahun 1973.

Korupsi tersebut dilakukan bersama-sama dalam rentang waktu tahun 2014 hingga 2016 dengan Antonius Aris Saputro, selaku Direktur ACTN, dan Riry Syeried Jetta, selaku Direktur Utama PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (PT. DPS) yang diangkat berdasarkan SK Menteri BUMN. Seluruh perkara dilakukan dengan penuntutan terpisah (splitsing).

Dalam dakwaannya, JPU menyatakan pengadaan FD tersebut tidak melalui proses Pengadaan Barang dan Jasa karena tidak dilakukan lelang, serta sejak awal sudah terdapat kesepakatan dan persekongkolan antara terdakwa dengan Antonius dan Riry. Pihak ACTN juga tidak memenuhi persyaratan sebagai penyedia, karena setelah melakukan kontrak kerja sama, ACTN belum memiliki FD yang ditawarkan kepada PT. DPS—FD tersebut masih merupakan milik perusahaan swasta di Rusia.

Majelis Hakim Tipikor PN Surabaya mempertimbangkan fakta persidangan bahwa proses pengadaan tidak dilakukan sesuai tata cara dan metode yang berlaku, serta terdapat persekongkolan. Terdakwa diketahui telah melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan Riry dan mengetahui adanya rencana pengadaan FD. Peran aktif terdakwa terlihat ketika ia melakukan survei FD setelah memberi tahu Antonius selaku Direktur ACTN mengenai pengadaan tersebut. Terdakwa juga menyerahkan surat penawaran meskipun mengetahui ACTN tidak memiliki FD, serta turut menentukan harga FD senilai USD 7.486.174 yang merupakan kesepakatan dengan Riry, di mana harga tersebut telah dimark up sejak awal dari pemilik asal.

FD tersebut akhirnya tidak pernah diterima PT. DPS dengan alasan tenggelam di laut, dan tidak diganti oleh pihak ACTN meskipun telah menerima pembayaran total USD 4.500.000 atau setara dengan Rp 63.342.000.000 berdasarkan kurs BI per 11 Januari 2019.

Atas perbuatannya, majelis hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun serta denda Rp 1.000.000.000 subsidair 6 bulan kurungan. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding dan kasasi dengan pertimbangan bahwa putusan PN Surabaya telah tepat karena memenuhi unsur Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 241 K/Pid.Sus/2021, Tanggal 8 Februari 2021
Sumber: putusan3.mahkamahagung.go.id


Salam Pengadaan,
LBH Pengadaan Publik Indonesia
Fredrik J. Pinakunary & Nila Aulia K

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *